Selasa, 10 Juni 2014

renungan Rabu,11 Juni 2014




 "jangan lupakan mereka yang ada dibelakang kita"

Debat  capres dan cawapres dua hari lalu, di sesi terakhir Bpk Jokowi mengucapkan terimakasih kepada ibu, istri dan anak-anaknya yang telah memberi dukungan dalam rangka mengabdikan diri pada rakyat, Bangsa dan Negara. Dalam banyak peristiwa hidup ini dibalik keberhasilan dan kesuksesan seseorang selalu berdiri orang-orang yang tidak kelihatan. Misalnya kepala sekolah yang bagus, dikagumi dimana-mana pasti ada pihak-pihak tertentu yang membantu sehingga dapat berkembang baik dan semakin terampil. Ada pihak yang tidak kelihatan secara nyata dibalik kehebatan seseorang.
Kis 11:21b-26.13:1-3 menceritakan siapa dibalik kesuksesan Paulus. Paulus yang hebat dibantu oleh Barnabas. Barnabas dikhususkan untuk menjadi teman Paulus.
Pesan: agar kita tidak pernah melupakan orang-orang yang ada dibelakang kita, (doa, perhatian, yang memberi tanggapan kritis). Sehingga ucapan kita berlimpah syukur. (P. Eddy, OFM)

Sabtu, 17 Mei 2014

Minggu, 20 April 2014

Persembahan Diri



Persembahan Diri secara Total dalam Hidup Membiara

Hidup panggilan saya mengerti sebagai persembahan diri secara total. Artinya utuh tidak terbagi. Dalam menjalaninya saya merasa bahagia. Kebahagiaan itu saya sadari sebagai campur tangan Allah yang memanggil saya. Dengan membuka  hati akan Rahmat-Nya, saya mampu menanggapi panggilan Allah sampai saat ini dengan setia.
Berdasarkan pengalaman hidup harian, pernyataan diatas terkesan aneh. Penghayatan itu kurang nampak. Kesadaran sebagai seorang yang dipanggil hanya sekedar “mengerti,tahu” belum menjadi milik. Meskipun kala dipanggil segera menanggapi dengan jawaban YA, ternyata hanya di mulut saja, kurang dijiwai. Terbukti dalam persembahan diri terutama dalam menjaga nyala api panggilan kurang serius, main-main dan belum siap dengan konsekuensinya. Saya tahu, bahwa Allah memanggil tidak sembarangan, maka panggilan tidak boleh dipermainkan. Kata Yesus,”jikalau Ya katakan Ya,  jikalau tidak katakan tidak, selebihnya adalah dari setan”. Saya juga tahu! banyak diberi kemampuan untuk membantu agar setia menjalani tugas perutusan khususnya studi.
Ketika profesi, dengan lantang mengucapkan janji. Janji menuntut kesetiaan. Saya telah mengikat janji dengan Allah selamanya, itu berarti kesiapan hati untuk meninggalkan yang nyaman. Pelan-pelan saya menyadari bahwa saya dipanggil itu karena dikehendaki oleh Allah sendiri, sehingga menuntut sikap serius dalam menanggapinya dan saya tidak akan menyia-nyiakan panggilan ini. Meskipun sangat sulit menyelaraskan keinginan dengan kehendak-Nya... nyatanya saya belum berjuang, cenderung semau gue, menuntut orang lain, marah-marah dan kurang bersyukur. Hidup rohani mengambang karena kurang menjalin relasi yang akrap dengan Allah, sehingga Allah terasa J a u h.
Dengan berjalannya waktu, melalui doa, refleksi, retret, saya kembali disadarkan bahwa segala yang saya miliki, Allah yang punya. Allah mau diri saya dengan segala adanya saya karena Ia mengasihi saya. Tetapi ketika saya di tantang untuk mengasihi dengan segenap hati, jiwa, seluruh tenaga...apa yang saya buat? Membagi hati pada yang lain...
Semoga saya mampu mempersembahkan diri seutuhnya, memiliki hati yang tidak terbagi-bagi, meski tawaran dunia menggiurkan, saya hendaknya bersikap tegas, karena saya sudah memilih. Dengan bantuan Roh Kudus, saya akan berjuang untuk bertahan setia. Apapun tawaran/ godaan mampu bersikap arif dan bijak. Tidak mudah putus asa, senantiasa memasrahkan segala kesulitan kepada Allah, setiap saat menyelaraskan keinginan saya dengan kehendak Allah. Memenuhi permintaan Yesus yakni, menerima kasih Allah, memberikan diri kepada-Nya,  menghayati dalam hidup sehari-hari.

 
Doa Persembahan Diri
Ke dalam tangan-Mu Bapa kuserahkan diriku, sekarang dan setiap saat dalam kasih dan kerahiman-Mu yang tiada berkesudahan. Bapa Yang Maha Baik jadikanlah hatiku seperti hati putra-Mu yang utuh dan tak terbagi. Semoga Roh Kudus membimbingku dalam perjuangan untuk bertahan setia, senantiasa menyelaraskan keinginanku dengan kehendak Bapa, sebab hanya Engkaulah dasar dan tumpuan hidupku kini dan sepanjang masa. Amin

RR Laverna, 13 April 2014
Katarine, FSGM

Rabu, 12 Februari 2014

Sakit sebagai Berkat




 "Keriangan Hati merupakan Kehidupan Bagi Manusia dan umur hidupnya diperpanjang oleh SukaCitanya"

Pada umumnya orang berpandangan bahwa pengalaman sakit merupakan penderitaan terbesar dalam hidupnya. Mereka tidak lagi bebas menjalankan rutinitasnya. Mereka harus berobat dan beristirahat guna memulihkan kesehatannya. “makan tak enak, tidurpun tak nyenyak…serba salah deh pokoknya…” lalu menciptakan litani keluhan.

Meski demikian masih ada sebagian orang yang menerima pengalaman sakit dengan rela hati, tabah dan pasrah. “ada saatnya melayani dan dilayani…”

Dalam wasiat Mdr. M. Anselma Bopp, dikatakan bahwa:”dalam penderita sakit hendaklah kita melihat Kristus sendiri, para suster yang menderita sakit merupakan berkat bagi komunitas”. Bagi orang-orang tertentu mungkin perkataan ini sangat sulit dipahami. Tetapi bagi orang yang beriman sangatlah mudah. Yesus yang sungguh Allah, sungguh manusia mengalami penderitaan yang begitu sadis, kejam, dan mengerikan hingga wafat di kayu salib, guna menebus dosa manusia. Orang yang memahami penderitaan Yesus akan senantiasa menimba kekuatan dari-Nya dan memaknai sakit sebagai berkat bukan kutuk, yakni seberat apapun penyakit kita tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh Yesus. Dan Allah menghendakinya.

Orang dapat memaknai sakit sebagai berkat, jikalau ada keterbukaan hati dari keduabelah pihak (pihak yang sakit dan yang tidak sakit). Pihak yang sakit menerima keadaan yang menimpa dirinya, dan berusaha ikhlas apabila segala kebutuhannya harus dibantu oleh orang lain. Sedangkan yang sehat belajar menerima dan mau melayani dengan tulus hati.

Terkadang melayani dengan tulus hati disalah artikan. Misalnya saja orang yang sakit  belum dapat menerima, cenderung sensitiv dan membutuhkan perhatian khusus. Jikalau kita sudah berjuang, berusaha untuk sabar dalam melayani tetapi usaha kita kurang diterima. Bagaimana perasaan kita? Tentu kecewa, jengkel, ngomel-ngomel dan sebagainya. Nah kalau demikian, orang tersebut belum memiliki hati untuk melayani. Jikalau memang mempunyai niat melayani dengan tulus hati, apapun situasinya, keadaannya… tetap melayani secara total dan tanpa pamrih.

Dalam konstitusi pasal III No. 306, “kita mau memperhatikan dan mencintai para suster yang lanjut usia dan menderita sakit secara khusus. Dalam hal ini kita mengikuti teladan St. Fransiskus dan St. Clara yang dalam mengasihi orang sakit melihat suatu tanda cinta kasih sesama yang tanpa pamrih

Semoga kita sebagai pengikut St. fransiskus dan Mdr. M. Anselma, semakin mengasihi sesama yang menderita dengan tulus hati terutama mereka yang lanjut usia dan yang sakit, sehingga melalui doa-doa, serta kehadiran kita membawa berkat dan penghiburan bahkan bisa jadi obat yang manjur. Ups!!! jangan sampai kehadiran kita malah membawa kutuk, dan penyakitnya tidak sembuh malah bertambah parah.


Katarine, FSGM

sekilas senyum



Pasar malam, mananya pasar minggu? Tanya Sr. M. Funny


Sepulang dari Safari, para suster tengah asyik menceritakan pengalamannya saat bermain di rumah hantu. “rumah hantu yang menyeramkan dan menakutkan…tapi asyik lhoh!’ kata Sr. Vee. Tapi berbeda dengan pengalaman Sr. Naet, ia berteriak-teriak ketakutan hingga keringat dingin. “alah gitu aja takut!! Kan cuman permaian, hantunya juga bo’ongan, aku ndak takut tuh”, timpal ku menanggapi.

Sr. Funny (tidak ikut ke Safari) menjadi penasaran. Banyak yang mengejeknya “kasihan deh Sr. Funny, makanya ikutan” hahahahaha Sr. Funny menjadi sedih + menyesal.

Lalu seorang suster menghiburnya, “ Suster, kalau ingin bermain di rumah hantu tidak harus ke Safari kok, di pasar malam juga ada. Dulu saya sering nonton di Pringsewu”. Dengan semangat 45, Sr. Funny berkata, “ iya suster, aku mau, ayoo Sr kapan kita kesana. Sr ngomong-ngomong di Jakarta ada, emmmmm pasar malam, mananya pasar minggu?” serentak para suster tertawa terbahak-bahak wkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkw. Ternyata Sr. funny belum tahu tentang pasar malam. Ia mengira pasar malam berdekatan dengan pasar minggu. Padahal setiap kamis di depan komunitas kami ada pasar malam meski tidak ada permainan rumah hantunya.



Rumus? Resep kali !!!!!!!!!
Sejak saya belajar dan tinggal di Komunitas St. Clara Padangbulan lalu pindah ke Komunitas St. Fransiskus Kampung Ambon Jakarta, saya memiliki banyak resep masakan dan kue. Suatu hari saya ingin membuat kue. Lalu saya mengambil lembaran resep Roti Boy. “aku mau coba ah.....”, tapi setibanya di dapur ternyata bahan-bahan kurang lengkap. Akhirnya saya membuat roti tawar saja. 
Setelah itu ada informasi bahwa besok akan ada ujian penilaian pembelajaran yang di dalam mata kuliah tersebut mengandung unsur statistik, matematika, penilaian rapor, evaluasi, pengukuran, uji mutu test buatan guru dan lain sebagainya. Mulailah saya belajar dan belajar...............................
Beberapa hari kemudian saya ingat resep kue saya yang ketinggalan di dapur. Spontan saya lari ke refter dan berteriak: “ suster rumus roti boy saya dimana? Suster itu dengan heran menjawab:” rumus? Resep kali!!! Hahahahah....”. 
“iya suster maksud saya itu...o suster! ini gara-gara kemarin saya ngapalin rumus statistik”.


Sapunya : Saya Punya Sandal

Sr. Nana bertugas di Asrama Jiwika, Papua. Adapun Sr. Nana orang Jawa, ia harus beradabtasi dengan bahasa dan keadaan setempat yang tidak mudah. Sudah hal biasa di Papua, kalau berbicara menggunakan bahasa singkatan. Misalnya :”saya pergi” menjadi “sapi”.
Suatu hari Sr. Nana berjalan-jalan di kebun asrama, ia melihat ada sepasang sandal di bawah pohon. Dalam hati ia bertanya-tanya: “sandal siapa ini, menaruh sembarangan!.” Lalu Sr. Nana mengambil sandal itu dengan maksud mencari pemiliknya. Tiba-tiba ada anak kecil sebut saja Kobus, berlari sambil berteriak:” Suster sapunya, itu sapunya...”. Sambil terus berjalan menuju asrama, Sr. Nana menjawab: “Kobus, sapunya ada di belakang pintu”. Kobus berlari semakin dekat, ia meraih tangan Sr. Nana dan menarik-narik seraya berkata:” Suster itu sapunya, sapunya, sapunya suster...”. Sr. Nana mulai emosi, “Kobus, sapunya ada di belakang pintu!!”.
Lalu datanglah kakak kelas Kobus, yang ternyata dari tadi memperhatikan mereka berdua. Ia menjelaskan,”Suster maksud Kobus sandal itu punya dia sr, miliknya...”. Sr. Nana terperanjat,”tidak bilang dari tadi, malah teriak-teriak sapunya! sapunya! sapunya! Sapunya ya ada di balakang pintu to...bicara yang lengkap, jangan disingkat-singkat macam saya tau saja e”. Kobus  hanya bisa menggangguk,”iya suster maaf”. Dengan wajah tersipu malu Sr. Nana memberikan sandal itu kepada Kobus.
 



Entaun hau tengki dehan wow hanesan ne!

Suatu siang ada dua frater dari Timor Leste sedang sneack sambil bercerita pengalamannya (memakai bahasa Timor). Sayapun turut bergabung dan mendengarkan, ceritanya sangat seru. Setelah frater selesai cerita, tanpa pikir panjang saya berkata,”entaun hau tengki dehan wow hanesan ne! Ke dua frater kebingungan dan bertanya:”Apa maksudnya?” Dengan bangga saya menjelaskan maksudnya adalah “jadi aku harus bilang wow gitu hahahaaaa”.

Katarine, FSGM