Rabu, 12 Februari 2014

Sakit sebagai Berkat




 "Keriangan Hati merupakan Kehidupan Bagi Manusia dan umur hidupnya diperpanjang oleh SukaCitanya"

Pada umumnya orang berpandangan bahwa pengalaman sakit merupakan penderitaan terbesar dalam hidupnya. Mereka tidak lagi bebas menjalankan rutinitasnya. Mereka harus berobat dan beristirahat guna memulihkan kesehatannya. “makan tak enak, tidurpun tak nyenyak…serba salah deh pokoknya…” lalu menciptakan litani keluhan.

Meski demikian masih ada sebagian orang yang menerima pengalaman sakit dengan rela hati, tabah dan pasrah. “ada saatnya melayani dan dilayani…”

Dalam wasiat Mdr. M. Anselma Bopp, dikatakan bahwa:”dalam penderita sakit hendaklah kita melihat Kristus sendiri, para suster yang menderita sakit merupakan berkat bagi komunitas”. Bagi orang-orang tertentu mungkin perkataan ini sangat sulit dipahami. Tetapi bagi orang yang beriman sangatlah mudah. Yesus yang sungguh Allah, sungguh manusia mengalami penderitaan yang begitu sadis, kejam, dan mengerikan hingga wafat di kayu salib, guna menebus dosa manusia. Orang yang memahami penderitaan Yesus akan senantiasa menimba kekuatan dari-Nya dan memaknai sakit sebagai berkat bukan kutuk, yakni seberat apapun penyakit kita tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh Yesus. Dan Allah menghendakinya.

Orang dapat memaknai sakit sebagai berkat, jikalau ada keterbukaan hati dari keduabelah pihak (pihak yang sakit dan yang tidak sakit). Pihak yang sakit menerima keadaan yang menimpa dirinya, dan berusaha ikhlas apabila segala kebutuhannya harus dibantu oleh orang lain. Sedangkan yang sehat belajar menerima dan mau melayani dengan tulus hati.

Terkadang melayani dengan tulus hati disalah artikan. Misalnya saja orang yang sakit  belum dapat menerima, cenderung sensitiv dan membutuhkan perhatian khusus. Jikalau kita sudah berjuang, berusaha untuk sabar dalam melayani tetapi usaha kita kurang diterima. Bagaimana perasaan kita? Tentu kecewa, jengkel, ngomel-ngomel dan sebagainya. Nah kalau demikian, orang tersebut belum memiliki hati untuk melayani. Jikalau memang mempunyai niat melayani dengan tulus hati, apapun situasinya, keadaannya… tetap melayani secara total dan tanpa pamrih.

Dalam konstitusi pasal III No. 306, “kita mau memperhatikan dan mencintai para suster yang lanjut usia dan menderita sakit secara khusus. Dalam hal ini kita mengikuti teladan St. Fransiskus dan St. Clara yang dalam mengasihi orang sakit melihat suatu tanda cinta kasih sesama yang tanpa pamrih

Semoga kita sebagai pengikut St. fransiskus dan Mdr. M. Anselma, semakin mengasihi sesama yang menderita dengan tulus hati terutama mereka yang lanjut usia dan yang sakit, sehingga melalui doa-doa, serta kehadiran kita membawa berkat dan penghiburan bahkan bisa jadi obat yang manjur. Ups!!! jangan sampai kehadiran kita malah membawa kutuk, dan penyakitnya tidak sembuh malah bertambah parah.


Katarine, FSGM

sekilas senyum



Pasar malam, mananya pasar minggu? Tanya Sr. M. Funny


Sepulang dari Safari, para suster tengah asyik menceritakan pengalamannya saat bermain di rumah hantu. “rumah hantu yang menyeramkan dan menakutkan…tapi asyik lhoh!’ kata Sr. Vee. Tapi berbeda dengan pengalaman Sr. Naet, ia berteriak-teriak ketakutan hingga keringat dingin. “alah gitu aja takut!! Kan cuman permaian, hantunya juga bo’ongan, aku ndak takut tuh”, timpal ku menanggapi.

Sr. Funny (tidak ikut ke Safari) menjadi penasaran. Banyak yang mengejeknya “kasihan deh Sr. Funny, makanya ikutan” hahahahaha Sr. Funny menjadi sedih + menyesal.

Lalu seorang suster menghiburnya, “ Suster, kalau ingin bermain di rumah hantu tidak harus ke Safari kok, di pasar malam juga ada. Dulu saya sering nonton di Pringsewu”. Dengan semangat 45, Sr. Funny berkata, “ iya suster, aku mau, ayoo Sr kapan kita kesana. Sr ngomong-ngomong di Jakarta ada, emmmmm pasar malam, mananya pasar minggu?” serentak para suster tertawa terbahak-bahak wkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkw. Ternyata Sr. funny belum tahu tentang pasar malam. Ia mengira pasar malam berdekatan dengan pasar minggu. Padahal setiap kamis di depan komunitas kami ada pasar malam meski tidak ada permainan rumah hantunya.



Rumus? Resep kali !!!!!!!!!
Sejak saya belajar dan tinggal di Komunitas St. Clara Padangbulan lalu pindah ke Komunitas St. Fransiskus Kampung Ambon Jakarta, saya memiliki banyak resep masakan dan kue. Suatu hari saya ingin membuat kue. Lalu saya mengambil lembaran resep Roti Boy. “aku mau coba ah.....”, tapi setibanya di dapur ternyata bahan-bahan kurang lengkap. Akhirnya saya membuat roti tawar saja. 
Setelah itu ada informasi bahwa besok akan ada ujian penilaian pembelajaran yang di dalam mata kuliah tersebut mengandung unsur statistik, matematika, penilaian rapor, evaluasi, pengukuran, uji mutu test buatan guru dan lain sebagainya. Mulailah saya belajar dan belajar...............................
Beberapa hari kemudian saya ingat resep kue saya yang ketinggalan di dapur. Spontan saya lari ke refter dan berteriak: “ suster rumus roti boy saya dimana? Suster itu dengan heran menjawab:” rumus? Resep kali!!! Hahahahah....”. 
“iya suster maksud saya itu...o suster! ini gara-gara kemarin saya ngapalin rumus statistik”.


Sapunya : Saya Punya Sandal

Sr. Nana bertugas di Asrama Jiwika, Papua. Adapun Sr. Nana orang Jawa, ia harus beradabtasi dengan bahasa dan keadaan setempat yang tidak mudah. Sudah hal biasa di Papua, kalau berbicara menggunakan bahasa singkatan. Misalnya :”saya pergi” menjadi “sapi”.
Suatu hari Sr. Nana berjalan-jalan di kebun asrama, ia melihat ada sepasang sandal di bawah pohon. Dalam hati ia bertanya-tanya: “sandal siapa ini, menaruh sembarangan!.” Lalu Sr. Nana mengambil sandal itu dengan maksud mencari pemiliknya. Tiba-tiba ada anak kecil sebut saja Kobus, berlari sambil berteriak:” Suster sapunya, itu sapunya...”. Sambil terus berjalan menuju asrama, Sr. Nana menjawab: “Kobus, sapunya ada di belakang pintu”. Kobus berlari semakin dekat, ia meraih tangan Sr. Nana dan menarik-narik seraya berkata:” Suster itu sapunya, sapunya, sapunya suster...”. Sr. Nana mulai emosi, “Kobus, sapunya ada di belakang pintu!!”.
Lalu datanglah kakak kelas Kobus, yang ternyata dari tadi memperhatikan mereka berdua. Ia menjelaskan,”Suster maksud Kobus sandal itu punya dia sr, miliknya...”. Sr. Nana terperanjat,”tidak bilang dari tadi, malah teriak-teriak sapunya! sapunya! sapunya! Sapunya ya ada di balakang pintu to...bicara yang lengkap, jangan disingkat-singkat macam saya tau saja e”. Kobus  hanya bisa menggangguk,”iya suster maaf”. Dengan wajah tersipu malu Sr. Nana memberikan sandal itu kepada Kobus.
 



Entaun hau tengki dehan wow hanesan ne!

Suatu siang ada dua frater dari Timor Leste sedang sneack sambil bercerita pengalamannya (memakai bahasa Timor). Sayapun turut bergabung dan mendengarkan, ceritanya sangat seru. Setelah frater selesai cerita, tanpa pikir panjang saya berkata,”entaun hau tengki dehan wow hanesan ne! Ke dua frater kebingungan dan bertanya:”Apa maksudnya?” Dengan bangga saya menjelaskan maksudnya adalah “jadi aku harus bilang wow gitu hahahaaaa”.

Katarine, FSGM

Sabtu, 01 Februari 2014

Yunior Akbar




30 Suster Yunior Fransiskanes Santo Georgius Martir (FSGM) Propinsi Indonesia mengikuti pertemuan Yunior Akbar di Rumah Retret Laverna Padangbulan Lampung, Sumatera Selatan Rabu-Minggu, 22-26 Januari 2014. 
Seminar Perkembangan Kepribadian Psikogenetik : Healing Eighth Stages of Live menurut teori Erik Erikson dengan tema “Menghadirkan yang Ilahi dalam Kemanusiaan”. 
Di fasilitatori oleh Bpk Fidelis Waruwu, M.Sc.Ed.
Pertemuan ini diadakan berdasarkan ajakan Paus Fransiskus  untuk menemukan kembali makna hidup dan panggilan melalui pengalaman pribadi yang akrab mesra dengan Allah. Menyadari dan memanfaatkan potensi yang dianugerahkan Tuhan yakni berbagi, berkorban dan membaktikan diri kita kepada sesama. “Hidup yang tidak dihayati tidak layak di hidupi”. Dalam beberapa hari Bpk Fidelis membimbing para suster untuk memaknai pengalaman hidup dari tahap ke tahap mulai usia 0-5 th, 6-12 th, 13-18 th untuk menemukan jadi diri, identitas jelas sehingga dapat tumbuh dan berkembang dalam kasih menjadi pribadi yang percaya, otonom/mandiri, kreativ dan kompeten. Sepahit apapun masalalu tidak dapat dilupakan karena merupakan bagian dari hidup. Kita harus belajar untuk menerima, mengakui, menyadari dan bersyukur. Sebab di setiap pengalaman/peristiwa hidup kita Tuhan pasti punya rencana.
Semoga kita tidak takut berhadapan dengan diri sendiri.

Katarine, FSGM